Teknik Pemeliharaan Ulat Sutra Tiongkok
|
Konon, teknik pemeliharaan ulat sutra Tiongkok
diajarkan oleh istri Huang Di,
nenek moyang bangsa Tionghoa
kepada rakyatnya. Dalam
tulisan pada batok kura-kura
dan tulang binatang terdapat
pula aksara seperti sutra,
kertau dan tenunan. Kumpulan
sajak pertama dalam sejarah
Tiongkok yang berjudul Shijing
juga menyajikan sebuah syair
yang melukiskan pengambilan
daun kertau untuk pemeliharaan
ulat sutra, berarti pada zaman
dahulu, teknik penternakan
ulat sutra telah dikuasai oleh
rakyat Tiongkok.
Setelah Jenderal Zhang Qian pada masa Dinasti Han
Barat (tahun 206-220 Sebelum
Masehi) membuka jalur dari
pedalaman Tiongkok ke bagian
barat, produk tekstil Tiongkok
pun mulai disalurkan ke Eropa
melalui Jalan Sutra. Tenunan
hasil ulat sutra itu
kelihatannya halus, ringan dan
berwarna mencolok, maka sangat
laris dan dianggap sebagai
barang berharga. Konon, Cesar
Kekaisaran Roma tampak hadir
di teater dengan memakai jubah
sutra Tiongkok dan sempat
menjadi sensasi di teater.
Dalam perjalanan ekspedisinya,
Kolumbus berjanji kepada anak
buah kapal bahwa siapa yang
pertama menemukan daratan, ia
akan diberi pakaian sutra.
Harga sutra pada waktu itu
sangat mahal, bahkan
Kekaisaran Roma mengalami
defisit keuangan karena
mengeluarkan terlalu banyak
belanja untuk mengimpor sutra.
Setelah itu, di Italia pernah
diberlakukan larangan
penjualan dan pemakaian
pakaian sutra Tiongkok, tapi
larangan itu ditentang keras
oleh bangsawan yang sangat
gemar akan sutra Tiongkok.
Akhirnya, Kekaisaran Roma
terpaksa mencabut larangan itu.
Pada permulaan, orang Eropa tidak tahu dari mana asal
usul sutra. Mereka semula
mengira bahwa benang sutra
diambil dari pohon dan
dihaluskan melalui perendaman
air. Setelah mengetahui bahwa
benang sutra berasal dari ulat
sutra peliaraan, maka mereka
membulatkan hati untuk
memahami teknik peteranakan
ulat sutra.
Pada abad ke-6, seorang
kaisar Kekaisaran Roma meminta
seorang pendeta yang pernah
berkunjung ke Tiongkok agar ia
mencuri teknik pemeliharaan
ulat sutra ke Tiongkok. Atas
perintah itu, pendeta tersebut
datang ke Propinsi Yunnan,
Tiongkok Selatan, di mana ia
mengetahui bahwa pohon kertau
ditanam dengan biji buahnya
dan ulat sutra ditetaskan dari
telornya yang ditaruh di dada
pada musim semi. Setelah
pengeraman, ulat sutra
dipelihara dengan pakan daun
pohon kertau yang segar, dan
kemudian diperolehlah benang
sutra. Setelah memahai cara
itu, pendeta itu mencuri
sebagian telur ulat sutra dan
biji pohon kertau untuk dibawa
kembali ke Italia. Sekembali
di Roma, pendeta itu
membaurkan telur ulat sutra
dengann biji buah kertau. Ia
menanam telur ulat sutra di
bawah tanah dan menetaskan
biji di dadanya. Dengan ini,
ia tentu saja mengalami
kegagalan total dalam
pemeliharaan ulat sutra.
Setelah itu, Kaisar Kekaisaran
Roma mengirim dua pendeta lagi
ke Tiongkok untuk mempelajari
teknik pemeliharaan ulat
sutra. Kedua pendeta itu
menghafalkan cara penanaman
biji kertau dan pengeraman
telur ulat sutra dalam hati,
dan menyembunyikan biji kertau
dan telur ulat sutra dalam
tongkat yang isinya
dikosongkan sebelumnya untuk
dibawa kembali ke Roma. Dengan
ini, teknik pemeliharaan ulat
sutra Tiongkok tersebar ke
Barat.
Versi lain cerita tentang tersebarnya teknik
pemeliharaan ulat sutra
mengatakan, di sebelah barat
Tiongkok terdapat satu negara
kecil yang ingin belajar
teknik pemeliharaan ulat sutra
dari Negara Timur, tapi negara
itu menolak mengajarkan teknik
kepada negara kecil itu, malah
meningkatkan pemeriksaan di
pos perbatasan untuk mencegah
dibawa ke luarnya biji kertau
dan telur ulat sutra. Menurut
penelitian, Negara Timur
mungkin Dinasti Wei Utara (tahun
386-534 Masehi). Konon raja
negara kecil di bagian barat
itu tidak putus asa setelah
ditolak keinginannya. Ia
berakal lagi. Raja itu melamar
untuk memperistri putri Negara
Timur, permintaannya itu pun
disetujui oleh Negara Timur.
Putri yang diperistri
raja itu membawa biji kertau
dan telur ulat sutra dalam
perjalannya ke negeri itu
tanpa diketahui orang lain,
dengan ini teknik pemeliharaan
ulat sutra berhasil dipelajari
oleh negara kecil di bagian
barat itu, dan kemudian
disebarkan ke Barat.
Cerita
itu dicatat dalam sebuah buku
yang ditulis oleh Tangxuanzang,
seorang biksu terkemuka pada
masa Dinasti Tang (tahun
618-907 Masehi). Catatan itu
kini terbukti oleh sebuah
gambar zaman kuno yang
ditemukan oleh seorang
Hongaria keturunan Inggris di
Xinjiang, Tiongkok Barat.
Dalam gambar itu dilukiskan
seorang wanita bangsawan yang
bertopi, di kedua sisi wanita
itu masing-masing berdiri
seorang babu, yang menunjuk
topi wanita bangsawan itu.
Wanita itu justru adalah Putri
Negara Timur yang menyebarkan
biji kertau dan telur ulat
sutra ke Barat.
Sumber : China ABC
|
Sabtu, 24 Maret 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar